Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang Juni 2017 hingga Mei 2018, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat terjadi 130 penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Dimana pada Juni 2017 terjadi 18 kasus, Juli 2017 terjadi 14 kasus, Agustus 2017 terjadi 7 kasus, September 2017 terjadi 9 kasus, Oktober 2017 terjadi 11 kasus, November 2017 terjadi 12 kasus, Desember 2017 terjadi 9 kasus.
Baca: KSAD: TNI Dari Dulu Netral, Kenapa Diragukan Lagi ?
Lanjut di Januari 2018 terjadi 6 kasus, Februari 2018 terjadi 15 kasus, Maret 2018 terjadi 6 kasus, April 2018 terjadi 9 kasus, dan Mei 2018 terjadi 14 kasus.
Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Arif Nur Fikri menjelaskan dari jumlah tersebut, 13 kasus diantaranya merupakan kasus pengaduan yang didampingi KontraS dan sisanya sebanyak 117 kasus merupakan hasil pemantauan media.
Baca: Menpan RB Siapkan Sanksi Penurunan Pangkat Hingga Pemecatan Bagi ASN yang Tak Netral Dalam Pilkada
Selain itu, dalam kurun waktu yang sama, KontraS juga mencatat terjadi 59 peristiwa hukum cambuk yang diselenggarakan di Aceh.
Tidak kurang dari 315 orang menderita luka, yang terdiri dari 263 orang laki-laki dan 52 orang perempuan.
"Kecenderungan praktek penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya dalam periode 2017-2018 ini ternyata tidak banyak berbeda dari praktik tahun sebelumnya sebagaimana yang disampaikan dalam laporan KontraS sejak tahun 2010-2011," terang Arif dalam konferensi persnya di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/6/2018).
Baca: Miras Oplosan Renggut Enam Nyawa Di Cengkareng, Polisi: Air Putih Lebih Sehat
Arif melanjutkan dengan kata lain, penyiksaan ini bersifat repetisi atau berulang, berkesinambungan, dan terus menerus dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan informasi maupun penghukuman yang dilakukan oleh aparat hukum dan keamanan.
Beralih ke pelaku tindak penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya, Arif menjelaskan institusi pelaku penyiksaan masih sama yakni Polri, TNI dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Hampir 80 persen jumlah terbanyak pelakunya berasal dari institusi Polri, disusul TNI dan petugas Lapas. Ini menujukkan bahwa Polisi sebagai lembaga penegak hukum yang seharusnya menganyomi dan melindungi masyarakat justru menggunakan kewenangannya untuk melanggar hak asasi warga sipil maupun tahanan," ungkapnya.
Reformasi Polisi yang selama ini digembar-gemborkan, kata Arif ternyata tidak menyentuh kepada prosedur dan cara-cara Polisi dalam menjalankan perannya dengan menggunakan penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi lainnya.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/06/26/kontras-catat-terjadi-130-kasus-penyiksaan-pelakunya-didominasi-polri
0 Response to "Kontras Catat Terjadi 130 Kasus Penyiksaan, Pelakunya Didominasi Polri"
Posting Komentar