Pengadilan Negeri Medan memvonis bersalah Meiliana dan menghukumnya dengan 18 bulan penjara atas dakwaan dugaan penistaan agama. Perempuan keturunan Tionghoa itu dianggap terbukti menghina agama Islam karena mengeluhkan volume suara adzan yang dinilainya terlalu keras.
Perkara berawal dari keluhan Meiliana terhadap volume pengeras suara masjid yang dinilainya terlalu keras. "Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut," ujar terdakwa kepada tetangga seperti yang dibacakan dalam tuntutan jaksa. Setelahnya pengurus masjid sempat mendatangi rumah Meiliana.
Namun tanpa diduga pertemuan tersebut ditanggapi masyarakat muslim Tanjung Balai dengan melempari rumah dan membakar 14 vihara umat Buddha. Pihak keluarga sebelumnya sempat meminta maaf.
Beberapa kelompok masyarakat mengritik putusan itu sebagai bentuk pelanggaran HAM. Komnas HAM mempertanyakan mengapa Meiliana didakwa 18 bulan sementara para pelaku kerusuhan hanya mendapat rata-rata hukuman kurung selama 1 bulan 15 hari oleh PN Tanjung Balai.
Tak jauh beda dengan kasus Ahok
Kasus Meiliana ini mengingatkan kita akan kasus penistaan agama yang divonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Institute for Justice Reform (ICJR) misalnya, mengatakan kasus Meiliana yang divonis bersalah akibat mengeluhkan volume pengeras suara masjid tak beda dengan kasus penodaan agama yang terjadi pada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut ICJR, kasus-kasus itu terjadi akibat pemanfaatan pasal untuk menyerang minoritas tertentu, sementara unsur kesengajaan tak bisa dibuktikan.
Tak urung berbagai kelompok masyarakat pun menilai pentingnya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan/atau Penodaan Agama.
DW Indonesia juga membuka ruang diskusi bagi para pengguna sosial media untuk memberikan tanggapan dan masukannya terkait masalah ini, dengan pertanyaan apakah UU PENODAAN AGAMA seharusnya dicabut atau tetap dipertahankan di Indonesia?
Hasilnya di Twitter:
62 % MEMPERTAHANKAN
38% DICABUT
http://www.tribunnews.com/internasional/2018/09/05/uu-penodaan-agama-tetap-harus-dipertahankan-atau-sebaiknya-dicabut-saja
0 Response to "UU Penodaan Agama, Tetap Harus Dipertahankan atau Sebaiknya Dicabut Saja?"
Posting Komentar